Pertama, Mengingat mati adalah ibadah yang sangat dianjurkan.
عَنْ أَبÙÙ‰ Ù‡Ùرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- « أَكْثÙرÙوا Ø°Ùكْرَ هَاذÙم٠اللَّذَّات٠». يَعْنÙÙ‰ الْمَوْتَ.
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan”, yaitu kematian”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi).
Kedua, Maut kapan saja bisa menghampiri dan tidak akan pernah keliru dalam hitungannya, maka jauhilah perbuatan dosa dari kesyirikan, bid’ah dan maksiat lainnya.
{ÙˆÙŽÙ„ÙÙƒÙÙ„ÙÙ‘ Ø£Ùمَّة٠أَجَلٌ ÙÙŽØ¥Ùذَا جَاءَ أَجَلÙÙ‡Ùمْ لَا يَسْتَأْخÙرÙونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدÙÙ…Ùونَ}
Artinya: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34).
{وَلَنْ ÙŠÙؤَخÙّرَ اللَّه٠نَÙْسًا Ø¥Ùذَا جَاءَ أَجَلÙهَا} [المناÙقون : 11]
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila. datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Munafiqun: 11).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati), terkadang manusia duduk di atas kursi kantornya dan tidak bisa bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati). Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaiknya kesempatan umur, dengan taubat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertaubat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).
Ketiga, Maut tidak ada yang mengetahui kapan datangnya melainkan Allah Ta’ala semata, tetapi dia pasti mendatangi setiap yang bernyawa, maka jauhilah hal-hal yang tidak bermanfaat selama hidup.
( ÙƒÙÙ„ÙÙ‘ Ù†ÙŽÙْس٠ذَآئÙقَة٠الْمَوْت٠وَإÙنَّمَا تÙÙˆÙŽÙَّوْنَ Ø£ÙجÙورَكÙمْ يَوْمَ الْقÙيَامَة٠ÙÙŽÙ…ÙŽÙ† زÙØْزÙØÙŽ عَن٠النَّار٠وَأÙدْخÙÙ„ÙŽ الْجَنَّةَ Ùَقَدْ Ùَازَ وَما الْØَيَاة٠الدÙّنْيَا Ø¥Ùلاَّ مَتَاع٠الْغÙرÙورÙ) [آل عمران : 185]
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari. kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185).
(Ø¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ اللَّهَ عÙندَه٠عÙلْم٠السَّاعَة٠وَيÙنَزÙّل٠الْغَيْثَ وَيَعْلَم٠مَا ÙÙÙŠ الْأَرْØَام٠وَمَا تَدْرÙÙŠ Ù†ÙŽÙْسٌ مَّاذَا تَكْسÙب٠غَدًا وَمَا تَدْرÙÙŠ Ù†ÙŽÙْسٌ بÙØ£ÙŽÙŠÙÙ‘ أَرْض٠تَمÙوت٠إÙÙ†ÙŽÙ‘ اللَّهَ عَلÙيمٌ خَبÙيرٌ ) [لقمان: 34 ]
Artinya: “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34).
Keempat, Siapa yang mati mulai saat itulah kiamatnya, tidak ada lagi waktu untuk beramal.
عَنْ عَائÙØ´ÙŽØ©ÙŽ رضي الله عنها قَالَتْ كَانَ الأَعْرَاب٠إÙذَا قَدÙÙ…Ùوا عَلَى رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- سَأَلÙوه٠عَن٠السَّاعَة٠مَتَى السَّاعَة٠Ùَنَظَرَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø£ÙŽØْدَث٠إÙنْسَان٠مÙنْهÙمْ Ùَقَالَ «Ø¥Ùنْ يَعÙشْ هَذَا لَمْ ÙŠÙدْرÙكْه٠الْهَرَم٠قَامَتْ عَلَيْكÙمْ سَاعَتÙÙƒÙمْ»
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Orang-orang kampung Arab jika datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bertanya tentang hari kiamat, kapan datangnya, lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kepada seorang yang paling muda dari mereka, kemudian beliau bersabda: “Jika hidup pemuda ini dan tidak mendapati kematian, maka mulai saat itulah kiamat kalian datang.” (HR. Muslim).
المغيرة بن شعبة رضي الله عنه: أيها الناس إنكم تقولون: القيامة، القيامة؛ Ùإن من مات قامت قيامته.
Al Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian mengucapkan: “Kiamat, kiamat…maka ketahuilah, siapa yang mati mulai saat itulah dibangkitkan kiamat dia.” (Lihat kitab Al Mustadrak ‘Ala majmu’ al Fatawa, 1/88).
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang demikian itu, karena seorang manusia jika mati, maka dia masuk ke dalam hari kiamat, oleh sebab itulah dikatakan: ‘Siapa yang mati mulailah kiamatnya, setiap apa yang ada sesudah kematian, maka sesungguhnya hal itu termasuk dari hari akhir. Jadi, alangkah dekatnya hari kiamat bagi kita, tidak ada jaraknya antara kita dengannya, melainkan ketika sesesorang mati, kemudian dia masuk ke kehidupan akhirat, tidak ada di dalamnya kecuali balasan atas amal perbuatan. Oleh sebab inilah, harus bagi kita untuk memperhatikan poin penting ini.” (Lihat Majmu’ fatawa wa Rasa-il Ibnu Utsaimin, 8/474).
Kelima, Dengan mengingat mati melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “أكثروا ذكر هاذم اللذات: الموت، Ùإنه لم يذكره ÙÙŠ ضيق من العيش إلا وسعه عليه، ولا ذكره ÙÙŠ سعة إلا ضيقها”
Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’.
Ad Daqqaq rahimahullah berkata,
“من أكثر ذكر الموت أكرم بثلاثة: تعجيل التوبة، وقناعة القلب، ونشاط العبادة، ومن نسى الموت عوجل بثلاثة: تسوي٠التوبة، وترك الرضا بالكÙاÙØŒ والتكاسل ÙÙŠ العبادة” تذكرة القرطبي : ص 9
Artinya: “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: “Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah” (Lihat kitab At Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al Akhirah, karya Al Qurthuby).
Keenam, Dengan mengingat mati seseorang akan menjadi mukmin yang cerdas berakal, mari perhatikan riwayat berikut:
عَن٠ابْن٠عÙمَرَ رضي الله عنهما أَنَّه٠قَالَ: ÙƒÙنْت٠مَعَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- Ùَجَاءَه٠رَجÙÙ„ÙŒ Ù…ÙÙ†ÙŽ الأَنْصَار٠Ùَسَلَّمَ عَلَى النَّبÙÙ‰ÙÙ‘ -صلى الله عليه وسلم- Ø«ÙÙ…ÙŽÙ‘ قَالَ: يَا رَسÙولَ اللَّه٠أَىÙÙ‘ الْمÙؤْمÙÙ†Ùينَ Ø£ÙŽÙْضَل٠قَالَ: «Ø£ÙŽØْسَنÙÙ‡Ùمْ Ø®ÙÙ„Ùقًا» قَالَ ÙÙŽØ£ÙŽÙ‰ÙÙ‘ الْمÙؤْمÙÙ†Ùينَ أَكْيَس٠قَالَ: «Ø£ÙŽÙƒÙ’ثَرÙÙ‡Ùمْ Ù„Ùلْمَوْت٠ذÙكْرًا ÙˆÙŽØ£ÙŽØْسَنÙÙ‡Ùمْ Ù„Ùمَا بَعْدَه٠اسْتÙعْدَادًا Ø£ÙولَئÙÙƒÙŽ الأَكْيَاسٻ
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”, orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal”. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Ibnu Majah).
Ketujuh, Hari ini yang ada hanya beramal tidak hitungan, besok sebaliknya.
Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
ارْتَØَلَت٠الدÙّنْيَا Ù…ÙدْبÙرَةً، وَارْتَØَلَت٠الآخÙرَة٠مÙقْبÙلَةً، ÙˆÙŽÙ„ÙÙƒÙÙ„ÙÙ‘ وَاØÙدَة٠مÙنْهÙمَا بَنÙونَ، ÙÙŽÙƒÙونÙوا Ù…Ùنْ أَبْنَاء٠الآخÙرَةÙØŒ وَلاَ تَكÙونÙوا Ù…Ùنْ أَبْنَاء٠الدÙّنْيَا، ÙÙŽØ¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ ØÙسَابَ، وَغَدًا ØÙسَابٌ وَلاَ عَمَلَ.
Artinya: “Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dari keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal.” (Lihat kitab Shahih Bukhari).
*) Ditulis oleh seorang yang mendambakan husnul khatimah: Ahmad Zainuddin, Selasa 4 Sya’ban 1432H, Dammam KSA.